(lanjutan sebelumnya)
Sebenarnya itu hanya mimpi atau bukan, ku hanya berharap ini semua hanya mimpi. Ku terbangun di kegelapan malam, melihat cahaya mathari di tengah kegelapan hutan, aku berpikir, "Mana mungkin ada matahari di tengah malam", aku menyusuri jalan menuju ke tengah hutan, "Mungkin matahari ini akan berakhir sebelum fajar, Hmm.. Spertinya aku harus cepat-cepat", aku berlari menembus kegelapan hutan, aku bisa berlari hingga 200 km/jam, ketika aku sampai di tengah hutan, Aku terpukau dengan cahaya yang dipancarkan oleh matahari-tengah-malam itu, aku berharap bisa menyentuh matahari, menyentuh kehangatannya, melihat sinarnya...
Aku sedih, melihat masa laluku yang kelam, semuanya berlalu, aku masih ingat di mana aku lahir, ketika itu hanya suara jangkrik di malam hari di tengah gunung. Dan ibuku, seorang veelow, terdengar rintihan, ayahku snorth.. Semuanya masa kelam bagiku, dan, well sekarang aku di sini, berbaring di antara rerumputan dan kau tahu, aku sangat merindukan Shiva Dorth, walaupun ia hanya seseorang veelow yang tak sempurna, sepertinya sesuatu pada dirinya sangat baik, dan aku tak pernah menemukannya pada veelow lainnya. Sepertinya ia nyata, karena pada saat itu, sepasang tangan putih menepuk bahuku, dan aku terbangun.
"Siapa itu ?" tanyaku kaget.
"Jangan khawatir, ini aku Shiva.." jawabnya.
"Ooh, kebetulan sekali, aku sedang butuh teman untuk bercerita." aku meminta.
"Baiklah, aku akan mendengarkan." Jawabnya lembut.
"Aku sangat ingin menjadi makhluk biasa, tak seperti ini, kehidupanku sangat terancam, dan aku tak ingin orang-orang yang ku sayangi menjadi korban hanya untuk hal seperti ini.. Dan aku ingin pergi sejauh mungkin, sejauh aku bisa melindungi mereka, aku merasa bersalah untuk hal ini. Dan kau tahu, aku tak diizinkan untuk berteman dengan siapapun, dan aku masih sedih atas hal itu. Mungkin aku memang harus mati.." jawabku putus asa.
"Jangan, lakukan yang terbaik untuk orang-orang di sekitarmu. Bersama merekalah yang terbaik." jawabnya bijaksana.
"Ok! Akan ku coba." jawabku, sembari memandang ke langit lagi, untuk melihat matahari itu.
"Kau tahu, kadang aku berpikir untuk melenyapkan diriku dari segala yang ada, tapi itu sulit untuk mengingat apa yang akan kita peroleh dari perbuatan kita." ia menceritakan.
"Lihatlah ke atas sana, sangat indah bukan ?, bagiku meninggalkan mereka hanya salah satu jalan dari beribu-ribu jalan yang tersedia untukku. Dan aku membayangkan matahari itu adalah sesuatu yang harus ku jaga, tetap bersinar, dan tidak akan bersedih." balasku.
Kami terdiam untuk waktu yang sangat lama. Kini, tak tahu bagaimana, ia, Shiva, menjadi sahabatku. Kami mengagumi sang matahari yang sekarang semakin naik ke ufuk, mengapa waktu berjalan sangat cepat ?.
(bersambung...)
No comments:
Post a Comment